pose bersama di sela kuliah

pose bersama di sela kuliah
kuliah kv

adil

adil
kuliah kv

jujur

jujur
kuliah kv

Rabu, 19 Mei 2010

KEPERAWATAN ASD

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ATRIAL SEPTAL DEFEK (ASD)


I. Pengertian
Defek Septum Atrium (ASD) adalah adanya hubungan (lubang abnormal) pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. (Buku Ajar Kardiologi: FKUI 2003)
Tipe ASD :
• Ostium primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum,mungkin disertai kelainan katup Mitral.
• Ostium Sekundum (ASD 2), lubang berada ditengah septum.
• Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara vena cava Superior dan atrium kanan .
Gangguan Hemodinamik:
Tekanan di Atrium kiri lebih tinggi dari pada tekanan diatrium atrium kanan sehingga memungkinkan darah dari atrium kiri mengalir ke atrium kanan.
Manifestasi:
• Bising sistolik tipe ejeksi di daerah di daerah sela iga dua/tiga pinggir sternum kiri.
• Dispnea
• Aritmia
Komplikasi:
• Gagal jantung
• Panyakit pembuluh darah paru
• Endokarditis
• Aritmia
Pengobatan :
• Pembedahan penutupan defek

II. Pengkajian
Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitas terbatas).
• Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, napas cepat, sesak, retraksi dada, bunyi jantung tambahan (machinery murmur), edema tungkai, hepatomegali.
• Kaji adanya hipoksi kronis: Clubbing finger.
• Kaji adanya hiperemia pada ujung jari.
• Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan.
• Pengkajian psikososial : usia anak, tugas perkembngan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak.

III. Diagnosa keperawatan.
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d defek struktur
2. Intoleransi aktivitas b.d gangguan transport oksigen
3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d ketidakadekuatan oksigen dan nutrient pada jaringan isolasi sosial
4. Resiko tinggi infeksi b.d status fisik yang lemah
5. Resiko tinggi cedera (komplikasi) b.d kondisi jantung dan terapi
6. Perubahan proses keluarga b.d mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD)


IV. Rencana Intervensi.
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d defek struktur
Tujuan :
Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung
Kriteria Hasil :
a. Frekuensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai usia
b. Keluaran urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kgBB, bergantung pada usia)
Intervensi keperawatan/rasional :
a. Beri digoksin sesuai program, dengan membuat kewaspadaan yang dibuat untuk mencegah toxisitas.
b. Beri obat penurun afterload sesuai program
c. Beri diuretik sesuai program

2. Intoleransi aktivitas b.d gangguan transport oksigen
Tujuan :
Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress tambahan
Kriteria Hasil :
a. Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
b. Anak mendapatkan waktu istirahat/ tidur yang tepat
Intervensi keperawatan/rasional :
a. Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan
b. Anjurkan permainan dan aktivitas yang tenang
c. Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan.
d. Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen
e. Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas
f. Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress.

3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d ketidakadekuatan oksigen dan nutrient pada jaringan isolasi sosial
Tujuan :
Pasien mengikuti kurva pertumbuahan berat badan dan tinggi badan
Anak mempunyai kesemparan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia
Kriteria Hasil :
a. Anak mencapai pertumbuahn yang adekuat
b. Anak melakukan aktivitas sesuai usia
c. Anak tidak mengalami isolasi sosial
Intervensi keperawatan/rasional :
a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuahn yang adekuat
b. Pantau tinggi dan berat badan : gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan
c. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan
d. Dorong aktivitas yang sesuai usia
e. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang lain
f. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan beristirahat bila lelah
4. Resiko tinggi infeksi b.d status fisik yang lemah
Tujuan :
Klien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi
Kriteria Hasil :
Anak bebas dari infeksi
Intervensi keperawatan/rasional :
a. Hindari kontrak dengan individu yang terinfeksi
b. Beri istirahat yang adekuat
c. Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.

5. Resiko tinggi cedera (komplikasi) b.d kondisi jantung dan terapi
Tujuan :
Klien/keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi secara dini
Kriteria Hasil :
a. Keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat
b. Klien/keluarga menunjukkan pemahaman tentang test diagnostik dan pembedahan
Intervensi keperawatan/Rasional :
a. Ajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi
b. Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan hipersianotik
c. Jelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan oleh praktisi dan ahli bedah pada keluarga
d. Siapkan anak dan orang tua untuk membuat keputusan keluarga berkaitan dengan pembedahan
e. Gali perasaan mengenai pilihan pembedahan

6. Perubahan proses keluarga b.d mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD)
Tujuan :
Klien/keluarga mengalami penurunan rasa takut dan ansietas
Klien menunjukkan perilaku koping yang positif
Kriteria Hasil :
Keluarga mendiskusikan rasa takut dan ansietasnya
Keluarga menghadapi gejala anak dengan cara yang positif
Intervensi keperawatan/rasional :
a. Diskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat) tentang ketakutan mereka dan masalah detak jantung dan gejala fisiknya pada anak kerena hal ini sering menyebabkan ansietas/takut
b. Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama hospitalisasi untuk memudahkan koping yang lebih baik di rumah
c. Dorong keluarga untuk memasukkan orang lain dalam perawatan anak untuk mencegah kelelahan pada diri mereka sendiri
d. Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin yang tepat untuk anak


PROSEDUR TINDAKAN KATETERISASI JANTUNG KANAN DAN KIRI
Persiapan alat:
1. Manifold two port 2
2. Blood set 2
3. Pressure line panjang 2
4. Spuit 10 cc 2
5. Spuit 20 cc / 50 cc 1
6. Spuit 2 cc 7
7. Sheat introduser 7F, 6F
8. Mess
9. Balon sizing sesuai ukuran
10. Guide wire 0,035 inchi panjang 150 cm
11. Lidokain 2% 4 ampul
12. NS 0,9% drip heparin 5000 iu (1 cc)
13. Bahan kontras non ionik
14. Kateter sesuai RPA dan Pigtail

Tindakan:
1. ECG pretindakan
2. penderita tidur terlentang di meja operasi
3. Dilakukan desinfeksi daerah inguinal kanan dan kiri dengan betadin 10%
4. Tentukan denyut arteri femoralis kanan
5. Lakukan anestesi lokal pada daerah 2 cm di bawah denyutan arteri femoralis kanan didaerah inguinalis dengan lidokain 2% sebanyak 2-5 cc
6. Lakukan pungsi vena femoralis kanan dengan teknik seldinger, setelah jarum masuk vena femoralis lakukan insersi guide wire pendek, evaluasi dengan fluoroskopi. Setelah posisi guide wire tepat pada lumen vena femoralis kanan, jarum seldinger ditarik keluar dan introduser sheath dimasukan melalui guide wire secara perlahan, evaluasi dengan fluoroskopi.
7. Lakukan aspirasi darah 2 cc, kemudian diflush dengan larutan saline heparin. Masukan kateter multipurpose melalui sheath yang telah terpasang. Lakukan monitoring tekanan dan diikuti fluoroskopi hingga ujung kateter berada pada atrium kanan.
8. Masuk guide wire 0,38 kateter multi purpose 6f sampai RA ke LA hingga ke vana pulmunalis.periksa saturasi di vena pulunalis,rekaman tekanan.kateter ditarik kembaki hingga RA,rekam tekanan
9. Kateter dimasukan ke ventrikel kanan terus ke arteri pulmonalis sampai ke cabang arteri pulmonalis kanan/kiri. Dilakukan rekaman.
10. Dilakukan evaluasi saturasi darah di cabang arteri pulmonalis, kemudian kateter ditarik kembali ke ventrikel kanan (pullback recording), dilakukan evaluasi saturasi di RV. Dan setelah itu kateter ditarik ke atrium kanan (rekam tekanan).
11. Kateter diarahkan ke vena kava superior,saturasi oksigen di SVC di ukur
12. ECG ulang
13. Prosedur selesai.semua kateter dilepas.

KEPERAWATAN ADO

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PEMASANGAN AMPLATZER DUKTUS OCCLUDER (ADO) PADA PENYAKIT DUKTUS ARTERIOSUS PERSISTEN
I. Pengertian
Duktus arteriosus persisten adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke Vl pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desenden. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10-15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2-3 minggu. Bila tidak menutup maka disebut duktus arteriosus persisten (Persistent Ductus Arteriosus = PDA). (Buku Ajar Kardiologi FKUI, 2003)

II. Etiologi
Penyebab terjadi penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui dengan pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
1) Faktor prenatal :
• Ibu menderita penyakit infeksi : rubella.
• Ibu alkoholisme.
• Umur ibu lebih 40 tahun .
• Ibu menderita DM yang memerlukan insulin.
• Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2) Faktor genetik :
• Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB.
• Ayah / ibu menderita PJB
• Kelainan kromosom seperti Sindroma Down
• Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.( Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001).

III. Manifestasi klinis.
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindroma gagal napas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4-6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimtomatik, bayi dengan PDA besar dapat menunjukan tanda-tanda gagal jantung kongestif.
• Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung.
• Machinery murmur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar disela iga II kiri menjalar ke bawah clavikula kiri).
• Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / nadi menonjol dan meloncat-loncat, tekanan nadi yang lebar ( > 25 mm Hg)
• Takhikardi (denyut apek > 170 x/menit), ujung jari hiperemik.
• Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
• Infeksi saluran napas berulang, mudah lelah.
• Apnoe
• Takipnea
• Nasal flaring
• Hipoksemia
• Peningkatan kebutuhan ventilasi (sehubungan dengan masalah paru).

IV. Komplikasi
• Endokarditis
• Obtruksi pembuluh darah pulmonal
• CHF
• Hepatomegali jarang terjadi pada bayi prematur)
• Enterokolitis
• Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindroma gagal napas atau displasi bronkhopulmoner)
• Perdarahan gastrointestinal, penurunan jumlah trombosit.
• Hiperkalemia (penurunan keluaran urin)
• Aritmia
• Gagal tumbuh.

V. Penatalaksanaan
• Penatalaksanaan konservatif : retriksi cairan dan pemberian obat-obatan: furosemid diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskuler. Pemberian indometasin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
• Pembedahan: pemotongan atau pengikatan duktus.
• Non bedah: penutupan dengan kateterisasi jantung.

VI. Pemeriksaan Diagnostik.
• Foto thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat.
• Ekhokardiografi : rasio atrium kiri terhadap pangkal aorta > 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau > 1,0 pada bayi prematur (disebabkan oleh peningkatan voulme atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan).
• Pemeriksaan dengan dopler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
• EKG : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
• Kateterisasi jantung: hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau dopler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lain.

VII. Pengkajian
• Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitas terbatas).
• Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, napas cepat, sesak, retraksi dada, bunyi jantung tambahan (machinery murmur), edema tungkai, hepatomegali.
• Kaji adanya hipoksi kronis: Clubbing finger.
• Kaji adanya hiperemia pada ujung jari.
• Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan.
• Pengkajian psikososial : usia anak, tugas perkembngan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak.

VIII. Diagnosa keperawatan.
1. Aktual / resiko tinggi menurunnya curah jantung yang b.d. penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal
2. Aktual / resiko tinggi pola napas tidak efektif yang b.d. pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder akibat edema paru akut.
3. Intoleransi aktivitas yang b.d. penurunan curah jantung sekunder akibat perembesan darah dari aorta ke arteri pulmonalis.
4. Aktual / resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang b.d. penurunan intake, mual dan anoreksia.
5. Kecemasan klien atau orang tua yang b.d. prognosis penyakit, perubahan peran, rasa takut akan kematian, serta ancaman atau perubahan kesehatan.

IX. Rencana Intervensi.
1. Aktual/resiko tinggi menurunya curah jantung b.d. penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama dan konduksi elektrikal.
Ditandai:
Takikardi, disritmia: perubahan gambaran EKG, perubahan tensi, bnyi jantung ekstra(S3, S4), penurunan pengeluaran urine, nadi perifer tidak teraba, kulit dingin, ortopnea, krakels, distensi vena jugularis, pembesaran hepar, edema ektremitas, dan nyeri dada.
Tujuan:
Dalam waktu 3x24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi.
Kriteria hasil:
Klien melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam aktivitas mengurangi beban kerja jantung, tensi dalam batas normal (120/80 mmHg), nadi 80 x/menit, tidak terjadi aritmia, denyut dan irama jantung teratur, CRT < 3 detik, pengeluaran urin 30 cc/jam.
Intervensi:
1) Catat bunyi jantung
2) Palpasi nadi perifer
3) Pantau adanya pengeluaran urine, catat pengeluaran, dan kepekatan/konsentrasi urin.
4) Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal.
5) Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus dinaikan 20 – 30 cm atau klien didudukan di kursi.
6) Kaji perubahan pada sensorik. Contoh: letargi, cemas, dan depresi.
7) Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan yang tenang.
8) Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul/masker sesuai dengan indikasi.
9) Kolaborasi untuk pemberian diet jantung.
10) Kolaborasi untuk pemberian obat.
11) Diuretik, furosemid dan spironolakton.
12) Vasodilator contohnya nitrat.
13) Captopril, lisinopril.
14) Morfin sulfat.
15) Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi, hindari cairan garam.
16) Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.


2. Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder akibat edema paru akut.
Tujuan:
Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Kriteria:
Klien tidak sesak, RR dalam batas normal 16-20 x/menit, respon batuk berkurang.
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi napas
2) Kaji adanya edema
3) Ukur intake out put
4) Timbang berat badan
5) Pertahankan pemasukan total cairan 1000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
6) Kolaborasi:
a) Berikan diet tanpa garam
b) Berikan diuretik
c) Pantau data laboratorium elektrolit kalium.

3. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan curah jantung sekunder akibat perembesan darah dari aorta ke vena pulmonalis.
Tujuan:
Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Kriteria:
Klien menunjukan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.
Intervensi:
1. Catat frekuensi jantung, irama serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen, misalnya mengejan saat BAB
4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas. Misalnya bangun dari kursi, bila tak ada nyeri ambulasi, dan istirahat 1 jam sesudah makan.
5. Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.
6. Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien
7. Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis
8. Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi
9. Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas
10. Pertahankan penambahan oksigen sesuai kebutuhan
11. Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi napas, serta keluhan subyektif.
12. Berikan diet sesuai kebutuhan (pembatasan natriun dan air)
13. Rujuk ke program rehabilitasi jantung.

4. Aktual/resiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan intake, mual dan anoreksia
Tujuan:
Dalam waktu 3x24 jam terdapat peningkatan dalam pemenuhan nutrisi
Kriteria hasil:
Klien secara subyektif termotivasi untuk melakukan pemenuhan nutrisi sesuai anjuran, klien dan keluarga mengetahui tentang asupan nutrisi yang tepat pada klien, asupan meningkat pada porsi makan yang disediakan.
Intervensi:
1) Jelaskan tentang manfaat makan bila dikaitkan dengan kondisi klien saat ini
2) Anjurkan agar klien memakan makanan yang disediakan rumah sakit
3) Beri makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecil serta diet TKTPRG
4) Libatkan keluarga klien dalam pemenuhan nutrisi tambahan yang tidak bertentangan dengan penyakitnya
5) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan per oral
6) Beri motivasi dan dukungan psikologis
7) Kolaborasi:
a) Dengan nutrisien tentang pemenuhan diet klien
b) Pemberian multivitamin.

5. Kecemasan klien atau orang tua b.d. prognosis penyakit, perubahan peran, rasa takut akan kematian, serta ancaman atau perubahan kesehatan.
Tujuan:
Dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien atau keluarga berkurang
Kriteria hasil:
Klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhi, kooperatif terhadap tindakan, dan wajah rileks.
Intervensi:
1) Bantu klien untuk mengekpresikan perasaan marah, kehilangan atau takut.
2) Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dampingi klien, dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak.
3) Hindari konfrontasi
4) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
5) Tingkatkan kontrol sensasi klien
6) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
7) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya
8) Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat
9) Kolaborasi: berikan anti cemas sesuai indikasi.

PROSEDUR TINDAKAN AMPLATZER DUCTUS OCCLUDER.
Persiapan alat:
1. Manifold two port 2
2. Blood set 2
3. Pressure line panjang 2
4. Spuit 10 cc 2
5. Spuit 20 cc / 50 cc 1
6. Spuit 2 cc 7
7. Sheat introduser 7F, 6F
8. Mess
9. Balon sizing sesuai ukuran
10. Guide wire 0,035 inchi panjang 150 cm
11. Lidokain 2% 4 ampul
12. NS 0,9% drip heparin 5000 iu (1 cc)
13. Bahan kontras non ionik
14. Kateter sesuai permintaan Dr.

Tindakan:
1. Penderita tidur terlentang di meja operasi
2. Dilakukan desinfeksi daerah inguinal kanan dan kiri dengan betadin 10%
3. Tentukan denyut arteri femoralis kanan
4. Lakukan anestesi lokal pada daerah 2 cm di bawah denyutan arteri femoralis kanan didaerah inguinalis dengan lidokain 2% sebanyak 2-5 cc
5. Lakukan pungsi vena femoralis kanan dengan teknik seldinger, setelah jarum masuk vena femoralis lakukan insersi guide wire pendek, evaluasi dengan fluoroskopi. Setelah posisi guide wire tepat pada lumen vena femoralis kanan, jarum seldinger ditarik keluar dan introduser sheath dimasukan melalui guide wire secara perlahan, evaluasi dengan fluoroskopi.
6. Lakukan aspirasi darah 2 cc, kemudian diflush dengan larutan saline heparin. Masukan kateter multipurpose melalui sheath yang telah terpasang. Lakukan monitoring tekanan dan diikuti fluoroskopi hingga ujung kateter berada pada atrium kanan.
7. Ujung kateter didorong ke vena kava superior dan dilakukan pengambilan contoh darah 2 cc untuk evaluasi saturasi SVC, RA, IVC.
8. Kateter dimasukan ke ventrikel kanan terus ke arteri pulmonalis sampai ke cabang arteri pulmonalis kanan/kiri. Dilakukan rekaman.
9. Dilakukan evaluasi saturasi darah di cabang arteri pulmonalis, kemudian kateter ditarik kembali ke ventrikel kanan (pullback recording), dilakukan evaluasi saturasi di RV. Dan setelah itu kateter ditarik ke atrium kanan (rekam tekanan).
10. J guide wire dimasukan perlahan (pantau fluoroskopi) kemudian jarum ditarik dan kateter sheath 6 F bersama dilatornya dimasukan hingga mencapai aorta, ukur tekanan.
11. Power injektor yang telah diisi kontras dihubungkan dengan kateter , dilakukan aspirasi dan tes injeksi kontras. Aortografi LAO 90 volume 30 cc kecepatan 15 cc/detik.
12. Masuk kateter MPA 6F ke femoral dektra, ke PA sampai AO lewat defek PDA ukur pressure.
13. PA – AO pull out MPA 6F
14. Masuk MPA 6F ke femoral kanan ke PA sampai AO melalui PDA.
15. Masuk ADO 8/10 aortografi LAO volume 30 cc kecepatan 15 cc/detik, PDA minimal tunggu 10 menit.
16. Dilakukan aortografi LAO 90 volume 30 cc kecepatan 15 cc/detik PDA minimal pullout.
17. Prosedur selesai.

Minggu, 16 Mei 2010

KEPERAWATAN VSD

VENTRIKEL SEPTUM DEFEK

Pengertian
Terjadinya hubungan(lubang)antara kedua ventrikel, akibat terjadinya ketidaklengkapan perkembangan bagian septum ventrikel , baik pars muskularis, bantalan endokardium, maupun alur trunko- konus.
Etiologi
Penyebab terjadinya PJB belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor resiko atau predisposisi yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian PJB yaitu :, tetapi ada beberapa faktor resiko atau predisposisi yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian PJB yaitu :
•Ibu menderita penyakit infeksi rubella
•Ibu alkoholisme
•Umur ibu lebih dari 40 tahun
•Ibu menderita penyakit diabetes mellitus yang memerlukan insulin
•Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
•Anak yang lahir sebelum menderita PJB
•Ayah/Ibu menderita PJB
•Kelainan kromosom, misalnya sindrom down
•Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
Embriologi : Antara minggu keempat sampai ke delapan kehamilan, rongga ventrikel yang semula tunggal terbagi menjadi dua. Hal tersebut terjadi akibat fusi pars membranasea septum, bantalan endokardium, dan bulbus kordis (yakni bagian proksimal trunkus arteriosus).Pars muskularis septum tumbuh ke arah cranial bersama dengan pembesaran ruang ventrikel, sampai akhirnya bertemu dengan rigi (ridge)bulbus kordis kanan dan kiri.Rigi sebelah kanan bersatu dengan katub tricuspid dan bantalan endokardium, sehingga akan memisahkan katup pulmonal dari katub tricuspid. Rigi yang sebelah kiri bersatu dengan rigi pada septum ventrikel, sehingga akhirnya cincin aorta merupakan suatu kontinuitas dengan cincin mitral. Bantalan endokardium secara bersamaan tumbuh dan kemudian bersatu dengan rigi bulbus dan pars muskularis septum.Penutupan akhir dan separasi kedua ventrikel terjadi dengan jaringan fibrosa pada pars membranasea septum.
Pada umumnya para ahli membagi defek septum ventrikel menjadi :
1.Defek septum subarterial (letak defek di bawah katub pulmonal dan katub aorta
Disebut juga doubly committed subarterial defect, banyak ditemukan pada orang Asia, oleh karena itu disebut juga defek oriental.
2.Defek perimembran (letak defek dibawah katub aorta yakni pada pars membranasea septum)
Dibagi menjadi 2 yakni :
•Defek outlet, bila berdekatan dengan jalan keluar ventrikel.
•Defek inlet, bila berhubungan dengan katub tricuspid.
3.Defek muskular

PATOFISIOLOGI

Adanya pirau dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan menyebabkan dasar kelainan hemodinamik pada defek septum ventrikel.Besarnya defek dan perimbangan antara resistensi vascular sistemik dan paru akan menentukan besarnya pirau kiri ke kanan tersebut.. l
Pada defek septum ventrikel kecil, pirau kiri ke kanan yang terjadi tidak bermakna , sehingga tidak terjadi perubahan dimensi ruang-ruang jantung dan pembuluh darah. Lihat diagram berikut
Atrium kanan Arium kiri Ventrikel kanan Ventrikel kiri
A.Pulmonalis Aorta
Vaskularisasi Paru

Dengan demikian maka pada defek septum ventrikel kecil tidak ditemukan pada kelainan foto dada maupun elekrokardiogram.
Pada defek septum ventrikel sedang dan besar tanpa penyakit vascular paru terjadi pirau kiri ke kanan yang bermakna sehingga terjadilah perubahan seperti tampak dalam diagram berikut.

Atrium kanan Atrium kiri Ventrikel kanan Ventrikel kiri
A. Pulmonalis Aorta
Vaskularisasi Paru

Kelainan tersebut tercermin pada foto dada, dengan adanya pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri, konus pulmonalis yang menonjol , dengan aorta normal. Pada elektrokardiogram akan tampak hipertrofi ventrikel kiri dan kadang disertai dengan pembesaran atrium kiri.
Bila telah terjadi vascular paru atau hipertensi pulmonal / sindrom Eisenmenger, maka akan terjadi pirau terbalik (pirau kanan ke kiri) sehingga terjadi keadaan sebagai berikut :
Atrium kanan Atrium kiri Ventrikel kanan Ventrikel kiri
A.Pulmonalis Aorta
Vaskularisasi Paru
Pada foto dada akan tampak atrium kanan dan ventrikel kakan membesar, konus pulmonalis sangat menonjol, serta terdapat gambaran “pruning” yakni vaskularisasi paru di hilus amat meningkat sedangkan vaskularisasi di perifer berkurang.Jantung kanan normal. Pada elektrokardiogram tampak deviasi sumbu QRS ke kanan,hipertrofi ventrikel kanan dan pembesaran atrium kanan.

PENGKAJIAN PADA ANAK
Pada pengkajian akan didapatkan :
•Selain Pertumbuhan anak terhambat, anak juga terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, dan ujung-ujung jari hiperemik.
•Diameter dada bertambah , sering terlihat pembenjolan dada kiri.
•Pernapasan yang pendek dan retraksi pada jugularis, sela interkostal dan region epigastrium.
•Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik.
•Pada palpasi dan auskultasi masih terdapat kelainan-kelainan yang menunjukkan adanya VSD besar,seperti terdapatnya tekanan arteri pulmonalis yang tinggi.Penutupan katub pulmonalis teraba jelas pada sela iga III kiri dekat sternum dan mungkin teraba getaran bising pada dinding dada.

PENGKAJIAN PENATALAKSANAAN MEDIS
1.VSD KECIL
Mempunyai resiko berupa endokarditis bacterial, jadi pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan antibiotic, terutama apabila akan melaksanakan tindakan operasi.
2.VSD SEDANG
VSD sedang dengan resistensi vascular paru total harus dikoreksi dengan operasi.
3.VSD BESAR
Dengan kelainan paru yang obstruktif , apabila tidak dioperasi pada resistensi vascular, resistensi akan cenderung semakin meningkat pada paru. Mortalitas perioperatif berkisar antara 0 – 2 %.
VSD besar dengan aliran darah pintas yang sudah terbalik sering mengalami polisitemia.Phlebotomi dapat dilakukan apabila hematokrit >65 %, dan pemberian antitrombosis dapat dilakukan.
VSD besar dengan stenosis pulmonary, pada perjalanan penyakit sering disertai stenosis pulmonary, sehingga mirip sekali dengan tetralogi Fallot.
Hasil operasi pada klien ini umumnya sangat memuaskan.
VSD dengan regurgitasi aorta yang berat, memerlukan koreksi VSD dan rekonstruksi katup aorta pada usia muda.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Aktual/resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan pirau darah ke ventrikel kanan, penurunan isi sekuncup.
2.Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelainan vascular paru obstruktif sekunder dari stenosis pulmonary.
3.Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan penurunan curah jantung sekunder dari perembesan darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.
4.Aktual/resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan intake tidak adequat sekunder dari adanya sesak napas, mual , dan anoreksi.
5.Kecemasan klien atau orang tua yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan peran.
6.Resiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang berhubungan dengan tidak mau menerima perubahan hidup yang sesuai.

RENCANA KEPERAWATAN

Aktual/resiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri,perubahan frekuensi,irama, dan konduksi elektrikal.
Ditandai :
oTakikardi
oPerubahan pola EKG
oPerubahan tekanan darah.
oBunyi jantung ekstra(S3,S4)
oPenurunan pengeluaran urine
oNadi perifer tidak teraba.
oKulit dingin
oOrtopnea
oKrakles
oDistensi vena jugularis
oPembesaran hepar
oEdema ektremitas
oNyeri dada.

Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal,kelebihan cairan di paru sekunder akibat edema paru akut.
Ditandai :
oSesak
oEdema
oAdanya krakles
oProduksi urine < 30 ml/jam
oBatuk-batuk
oPosisi semifowler/duduk

Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan penurunan curah jantung sekunder akibat perembesan darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.
Ditandai:
oPasien merasa sesak dengan beraktivitas
oPasien merasa lemah
oTanda-tanda vital belum stabil saat beraktivitas.
oAda periode dispnea,sianosis frekuensi napas meningkat serta keluhan subyektif saat aktifitas

Aktual/resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan intake,mual dan anoreksia.
Ditandai :
oKlien mengatakan tidak nafsu makan/nafsu makan menurun
oPorsi makan selalu tidak dihabiskan klien..

Kecemasan klien atau orang tua yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan peran,rasa takut akan kematian, serta ancaman atau perubahan kesehatan.

Resiko kekambuhan yang berhubungan de-ngan ketidakpatuhan terhadap aturan tera-peutik, tidak mau me-nerima perubahan pola hidup yang sesuai.
Ditandai :
oPasien tidak tahu dan tidak termotivasi un-tuk melakukan atur-an terapeutik jangka panjang.
oPasien tidak mau me-nerima perubahan pola hidup yang efektif.
oPasien tidak mampu mengulang faktor-faktor resiko kekam-buhan.

Dalam waktu 3X24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi.
Kriteria standar :
oTekanan darah dalam batas normal
oNadi sinus rytim
oCRT < 3 detik
oPengeluaran urine 30 ml/jam
oKlien melaporkanpenurunan episode dispnea
oKlien berperan dalam aktifitas mengurangi beban kerja jantung

Tujuan :
Dalam waktu 3 X 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.

Kriteria standar :
oKlien tidak sesak napas
oRR dalam batas normal 16 -20 kali/menit.
oRespon batuk berkurang.

Tujuan:
Aktivitas sehari-hari pasien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas

Kriteria standar:
oKlien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala yang berat terutama mobilisasi di tempat tidur.

Tujuan
Dalam waktu 3 X 24 jam terdapat peningkatan dalam pemenuhan nutrisi.

Kriteria standar:
oPasien mengatakan tidak mual,nafsu makan meningkat.
oPorsi makan bisa dihabiskan

Tujuan:
Dalam waktu 1 X 24 jam kecemasan klien atau keluarga berkurang.

Kriteria standar:
oKlien menyatakan kecemasan berkurang.
oMengenal perasaannya.
oDapat mengidentifika-si penyebab atau faktor yang mempengaruhi
nya.
oKooperatif ter-hadap tindakan dan wajah ri-leks..

Tujuan :
Dalam waktu 1 X 24 jam klien me-ngenal faktor-fak-tor yang menye –babkan pening –katan faktor ke –kambuhan.

Kriteria standar :
oKlien secara subyektif me –nyatakan berse-dia dan termoti-vasi untuk me-lakukan aturan terapeutik jang-ka panjang.
oKlien mau me-nerima peru-bahan pola hi-dup yang efektif
oKlien mampu mengulang faktor-faktor re-siko kekambuh-an.
oCatat bunyi jantung
oPalpasi nadi perifer
oPantau adanya pengeluaran urine,catat pengeluaran dan kepekatan/konsentrasi urine.
oIstirahatkan klien dengan tirah baring optimal
oAtur posisi tirah baring yang ideal’kepala tempat tidur harus dinaikkan 20 -30 cm atau klien didudukkan di kursi.
oKaji perubahan pada sensorik contoh :letargi, cemas,dan depresi.
oBerikan istirahat psikologi dengan llingkungan yang tenang.
oBerikan oksigen tambahandengan nasal kanul/masker sesuai dengan kondisi.
oKolaborasi diet jantung
oKolaborasi pemberian obat
oBatasi jumlah cairan yang masuk sesuai dengan indikasi, hindari cairan garam.
oAuskultasi bunyi napas (krakles).
oKaji adanya edema
oUkur intake dan output.
oTimbang berat badan.
oPertahankan pemasikan total cairan 2000 liter/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
oKolaborasi :
•Berikan diet tanpa garam.
•Berikan diet diuretic contoh: furosemid,spironolacton,hidronolacton.
•Pantau data laboratorium elektrolit: Kalium.

oCatat frekuensi jantung,irama serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas.
oTingkatkan istirahat,batasi aktifitas dan berikan aktifitas senggang yang tidak berat.
oAnjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen,misalnya mengejan saat defekasi.
oJelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas misalnya bangun dari kursi ,bila tidak ada nyeri ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
oPertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.
oTingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien.
oPertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.
oEvaluasi tanda vital saat kemajuan aktifitas terjadi.
oBerikan waktu istirahat di antara aktifitas
oPertahankan penambahan 02 sesuai kebutuhan.
oSelama aktifitas kaji EKG, dispnea,sianosis dan frekuensi napas serta keluhan subyektif.
oBerikan diet sesuai kebutuhan(pembatasan air dan Na)
oRujuk ke program rehabilitasi jantung.,
oJelaskan tentang manfaat makan bila dikaitkan kondisi klien saat ini.
oAnjurkan agar klien memakan yang disediakan RS.
oBeri makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecil serta diet TKTPRG.
oLibatkan keluarga pasien dalam pemenuhan nutrisi tambahan yang tidak bertentangan dengan pola dietnya.
oLakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan.
oBeri motivasi dan dukungan psikologis.
oKolaborasi :
•Dengan nutrisien tentang pemenuhan diet klien.
•Pemberian multivitamin

oBantu klien untuk meng-ekspresikan perasaan marah,kehilangan dan takut.
oKaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dam-pingi klien dan lakukan tindakan bila menunjuk-kan perilaku merusak.
oHindari konfrontasi.
oMulai lakukan tindakan untuk mengurangi kece-masan.
oBeri lingkungan yang te-nang dan suasana penuh istirahat.
oTingkatkan control sen –sasi klien.
oOrientasikan klien ter –hadap prosedur rutin dan aktivitas yang diha-rapkan..
oBeri kesempatan pada klien untuk mengung-kapkan ansietasnya.
oBeri privasi untuk klien dan orang terdekatnya.

oKolaborasi : berikan o-bat anticemas sesuai in-dikasi.

oIdentifikasi faktor yang mendukung pelaksanaan terapeutik.
oBerikan penjelasan pena-talaksanaan terapeutik lanjutan.
oMenyarankan kepada keluarga agar memanfa-atkan sarana kesehatan di masyarakat.
oAjarkan strategi meno-long diri sendiri:
•Anjurkan untuk me –mantau berat badan pada saat bangun ti –dur,sebelum makan pagi,dengan pakaian dan timbangan yang sama.
•Melaporkan pening-katan berat badan yang melebihi 1,5 kg dalam satu minggu (tanpa perubahan po-la makan.
oBeri penjelasan ten-tang :
•Pemakaian obat nitro-gliserin..
•Hindari merokok
•Pendidikan kesehatan diet..
•Manuver dinamik (ber-jongkok,mengejan dan terlalu lama menahan napas)
•Pendidikan kesehatan seks (jika hubungan seks merupakan salah satu presipitasiangina maka sebelum mela-kukan anjurkan mi-num obat nitrogliserin atau sedative atau keduanya)
•Stres emosional
oBeri dukungan secara psikologis.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin (2009) Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi, Salemba Medika Jakarta.

Doengoes E Marilyn (2000) Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 6, EGC, Jakarta

Iman Soeharto (2004) Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Edisi Kedua, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta